Teknik Pembelajaran Membaca
Membaca adalah kegiatan yang tersusun dari 4 komponen:
strategi, kelancaran, pembaca, dan teks. Strategi adalah kemampuan pembaca
menggunakan beragam strategi untuk mencapai tujuan dalam membaca. Kelancaran
ialah kemampuan membaca dengan kecepatan tertentu dengan pemahaman yang cukup.
Gabungan dari teks, strategi, kelancaran, dan pembaca ini yang disebut membaca
(Anderson, 2003:68). Pemahaman dalam hal ini merupakan tujuan dari membaca.
Ada dua aspek dalam pengajaran membaca. Aspek pertama,
merujuk pada pengajaran membaca untuk pertama kali. Kedua, mengajar membaca
bagi mereka yang telah memiliki keterampilan membaca dalam bahasa pertamanya
(L1). Karena itu, menurut Anderson, kalau sudah dapat membaca dalam satu bahasa
maka tidak perlu belajar baca dalam bahasa asing lainnya (L2), tetapi hanya
perlu mentransfer keterampilan untuk membaca konteks baru dalam bahasa lain
(tapi kita akan melihat kendala dari pernyataan ini. Baca sub Kendala Membaca:
Tantangan Solusi)
Proses Baca
Ada tiga model kategori dalam proses membaca: 1) model
bawah-atas (buttom-up model), 2) model atas-bawah (up-down model), dan 3) model
interaktif (interactive model). Model bawah-atas, biasanya terdiri atas
proses-proses baca pada level terendah. Dalam hal ini siswa membaca mulai
dengan dasar pengenalan tulisan dan bunyi yang kemudian merekognisi morfem,
kata, identifikasi struktur gramatikal, kalimat, lalu teks. Proses rekognisi
dari huruf, kata, frasa, kalimat, teks, dan akhirnya ke makna merupakan
urut-urutan dalam mencapai pemahaman. Gambar berikut menunjukkan model
bawah-atas, pembaca mulai dari elemen terkecil dan ke arah membangun pemahaman
apa yang dibaca.
Model Bawah-Atas
Model atas-bawah menggambarkan bahwa pembaca menggunakan
latar pengetahuannya untuk menghasilkan prediksi, dan mencari teks sebagai
penegasan atau penolakan atas prediksi yang dihasilkan tersebut. Jadi, dalam
model ini prosesnya dimulai dengan ide bahwa pemahaman itu terletak pada
pembaca. Dengan demikian, sebuah bacaan dapat dimegerti meskipun tidak memahami
kata per kata dalam bacaan tersebut. Tujuan dari model ini adalah kegiatan yang
sifatnya mengembangkan makna dan tidak pada penguasaan pemahaman kosakata.
Membaca mulai dari latar pengetahuan pembaca
Membaca mulai dari latar pengetahuan pembaca
Model Atas-Bawah
Model interaktif menggabungkan elemen-elemen pada dua model
sebelumnya. Asumsinya bahwa sebuah pola itu disintesiskan atas dasar informasi
yang diberikan secara bersamaan dari berbagai sumber pengetahuan (Stanovich,
1980: 38).
Latar
Pengetahuan Pembaca Huruf dan Bunyi
Model Interaktif
Neil Anderson mengakui bahwa model interaktif ini adalah
model paling tepat untuk diterapkan karena model ini juga merupakan gambaran
yang paling baik mengenai apa yang terjadi ketika membaca. Karena itu, membaca
sebenarnya adalah gabungan proses bawah-atas dan atas-bawah.
Aspek Mekanis Membaca
Lou E. Burmeister (1978), dalam Improving Speed of
Comprehension in Reading menguraikan tentang Aspek Mekanis Membaca dengan
melontarkan beberapa pertanyaan. Bagaimana mata seseorang bergerak ketika
mereka membaca? Apakah mata tersebut bergerak dengan lembut, seperti ketika
mengawasi seekor burung yang sedang terbang atau menyaksikan pesawat terbang
yang sedang mendarat? Atau apakah mata bergerak, berhenti, bergerak, berhenti
lagi, bergerak lagi dan berhenti lagi? Penelitian dalam ranah ini jelas menarik
bagi para ilmuwan pendidikan yang banyak berhubungan dengan masalah penelitian
akademis, sedangkan hasilnya diperkirakan banyak menarik minat para instruktur
pengajaran bahasa yang lebih banyak berkiprah dalam ranah yang jauh lebih
bersifat praktikal.
Salah satu metodologi yang digunakan untuk meneliti
pergerakan mata, yang menurut penggagasnya dapat dilakukan oleh siapa saja dan
kapan saja dalam kelas pengajaran bahasa, adalah dengan meminta salah seorang
memperhatikan mata seseorang ketika dia sedang membaca. Apakah mata si pembaca
bergerak dengan lembut? Jika mata tersebut bergerak dengan lembut, maka dapat
dipastikan bahwa dia tidak sedang membaca, kata Lou E. Burmeister.
Lebih jauh pakar pendidikan ini mengatakan bahwa dalam
kenyataannya, tentu saja berdasarkan hasil penelitiannya selama bertahun-tahun,
kata (atau kata-kata) hanya dapat dibaca apabila mata tidak bergerak. Hanya
apabila mata berhenti bergerak, atau terpusat pada satu bagian dari kata, pada
satu kata, atau pada satu frase, maka barulah si pembaca mendapatkan apa yang
dinamakan citra visual. Berikutnya, jika memang dikehendaki mata akan bergerak
untuk kemudian berhenti lagi jika si pembaca ingin mendapatkan citra visual yang
lain. Atau dengan kata lain, dalam membaca mata seorang pembaca haruslah
berhenti, bergerak, berhenti lagi, bergerak lagi, dan seterusnya, jika dia
menginginkan memahami apa yang dibacanya.
Setelah membaca tiga kata, mata pembaca harus bergerak pada kumpulan
tiga kata berikutnya. Pergerakan inilah yang oleh para pakar pendidikan bahasa
dinamakan saccadic sweep, sebuah pergerakan yang membutuhkan waktu paling cepat
sekitar 1/30 detik. Waktu ini hanya dapat dilakukan oleh seorang pembaca yang
baik dan tentunya waktu ini akan bertambah jika dilakukan oleh pembaca yang
kurang baik.
Jadi, jika hasil kedua penelitian ini digabungkan, akan
didapatkan bahwa jumlah waktu total yang dibutuhkan oleh seorang pembaca yang
baik untuk membaca tiga buah kata dan kemudian berpindah pada kelompok tiga
kata berikutnya adalah seperenam detik ditambah sepertiga puluh detik atau sama
dengan seperlima detik. Atau dengan kata lain, dalam satu detik, seorang
pembaca yang baik diperkirakan mampu membaca sekitar 15 kata, atau sekitar 900
kata dalam satu menitnya. Sebuah angka yang fantastis, bukan?
Tetapi dalam kenyataannya kemudian terbukti bahwa angka ini
sulit sekali dicapai jika diingat bahwa kalimat-kalimat dalam satu bacaan tidak
selalu berkelompok tiga-tiga, sehingga seorang pembaca harus melakukan gerakan
saccadic sweep lebih banyak lagi untuk satu baris dan ini bermakna mengurangi
jumlah kata yang mampu dibaca seseorang dalam satu menit.
Prinsip Pengajaran Membaca
Beberapa
prinsip berikut mendasari kegiatan pengajaran membaca.
1. Ketahui
latar pengetahuan siswa
Latar pengetahuan
pembaca bisa mempengaruhi pemahaman siswa dalam membaca. Latar pengetahuan ini
meliputi semua pengalaman yang ia bawa ke sebuah teks, misalnya, pengalaman
hidup, pendidikan, pengetahuan mengenai bagaimana teks bisa diatur secara
retorikal, pengetahuan bagaimana bahasa pertama atau kedua itu bekerja, serta
latar belakang budaya. Pemahaman membaca dapat lebih ditingkatkan jika latar
pengetahuannya itu diaktifkan melalui tujuan, pertanyaan, prediksi, struktur
teks, dan sebagainya. Jika siswa membaca sebuah topik yang tidak familiar, maka
guru perlu memulai proses bacaan dengan membangun latar pengetahuan.
2. Membangun
dasar kosakata yang kuat
kosakata mendapat
tempat paling tinggi dalam pembelajaran bahasa. Banyak penelitian yang
menekankan pentingnya kosakata dalam kesuksesan membaca. Menurut Anderson
(2003), kosakata menjadi penting untuk diajarkan baik bagi siswa L1 maupun
siswa L2 dan penggunaannya dalam konteks agar mereka dapat menebak makna suatu
kosakata yang jarang muncul.
3. Ajari
pemahaman
Pada beberapa
program istruksi membaca, penekanan kebanyakan pada pengetesan pemahaman
membaca, alih-alih pada mengajarkan siswa bagaimana untuk paham. Memonitor
pemahaman adalah penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang
terkati dalam proses monitoring ini ialah memeriksa prediksi yang dihaslkan itu
sudah benar dan mengecek apakah siswa telah menyesuaikan apa yang diperlukan
ketika makna dalam bacaan itu belum diperoleh
4. Usahakan
meningkatkan kecepatan (kelancaran) membaca
salah satu kendala
bagi siswa L2 dalam hal membaca adalah meski mereka bisa baca tetapi bacaannya
kurang lancar. Dalam hal ini, prinsipnya ialah bahwa guru harus seimbang baik
posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam
pemahaman bacaan. Yang paling penting untuk dicatat bahwa fokusnya itu bukan
pada pengembangan kecepatan siswa dalam membaca, tapi pada kelancaran membaca.
Seseorang dikatakan lancar membaca jika ia mampu membaca 200 kata per menit dengan
sedikitnya 70% memahami bacaan itu (Anderson, 2003: 76).
5. Ajarkan
strategi membaca
guna meraih hasil
yang diinginkan, siswa perlu belajar menggunakan strategi-strategi membaca yang
sesuai dengan tujuannya. Mengajarkan mereka akan hal ini dapat menjadi pertimbangan
utama dalam kelas membaca.
6. Dorong
siswa menjelmakan strategi menjadi keterampilan
ada perbedaan antara
strategi dan keterampilan. Yang pertama merujuk pada tindak kesadaran untuk
meraih tujuan atau sasaran. Yang kedua adalah strategi yang telah menjadi
otomatis. Hal ini menekankan peran aktif yang dimainkan oleh siswa dalam
strategi membaca. Sebagai pelajar yang secara sadar belajar dan mempraktikkan
strategi membaca secara khusus, strategi itu berpindah dari kesadaran menuju
ketaksadaran, yakni dari strategi menuju keterampilan.
7. Buat
penilaian dan evaluasi
penilaian dan
evaluasi bisa secara kuantitatif atau kualitatif. Keduana bisa diterapkan dalam
kelas membaca. Penilaian kuantitatif meliputi informasi dari ujian pemahaman
baca dan juga data kelancaran membaca. Informasi kualitatif diperoleh dari
respon bacan jurnal, survei, dan respon terhadap daftar cek yang dibuat untuk
strategi membaca.
Beberapa Teknik Pembelajaran Membaca
Banyak usaha dan penelitian yang telah dilakukan untuk
mengembangkan teknik pembelajaran membaca yang baik dan efektif. Beberapa
teknik pembelajaran membaca yang populer diterapkan dapat disebutkan berikut
ini (Harmer, 2001: 210-227; Suyatno, 2004; Anderson, 2003).
1. Membaca
cepat: teknik yang mengajak siswa membaca sebuah bacaan dalam waktu tertentu
yang harus diselesaikan. Dengan teknik ini siswa diharapkan termotivasi untuk
gemar membaca, mengatasi repitisi, dapat menggunakan cara baca sistem lompat
kodok, dan dapat menggunakan suatu petunjuk sebagai penentu kecepatan.
2. Membaca
bergantian: yakni mengajak siswa membaca dengan suara, intonasi, dan
pelafalanya sendiri dengan tepat secara bergantian dengan pasangannya.
3. Presenter:
teknik ini bertujuan agar siswa dapat melisankan teks layaknya presenter atau
mc dengan lafal, intonasi, dan tanda baca yang terukur.
4. Membaca
teks pidato: mengajak siswa untuk mempresentaskan teks pidato dengan cara
membacanya.
5. Membaca
berita: siswa diajak menyampaikan informasi dengan intonasi dan nada yang
sesuai.
6. Membaca
intensif: siswa dapat memahami bacaan secara intensif, tanpa bersuara, dan
tuntas.
7. Membaca
ekstensif: siswa diajak untuk mengintegrasikan isi berbagai bacaan dengan topik
serupa dan dapat menjelaskan inti bacaan tersebut.
8. Membaca
kritis: siswa diajak memberikan komentar mengenai apa yang mereka baca.
9. Membaca
memindai: teknik ini mengajak siswa menemukan secara cepat kata-kata tertentu
yang dianggap penting dalam bacaan.
10. Memberi
catatan bacaan: siswa diharapkan dapat membuat catatan dengan memberikan
kalimat kunci dalam bacaan.
11. Mengubah bacaan
ke dalam gambar: teknik ini mengajak siswa untuk memaknai bacaan dengan cara
membuat gambar menurut persepsinya.
Sistem Tulisan sebagai Salah Satu Asas
Pembelajaran
Teknik-teknik pembelajaran membaca yang biasa ditawarkan
hingga saat ini dirasa belum menyentuh semua bahasa. Artinya, teknik
pembelajaran membaca tersebut lebih banyak menyinggung bahasa-bahasa dengan
sistem tulisan tertentu dan tidak memberikan alternatif terhadap bahasa
(bahasa) dengan sistem tulisan yang lain mengingat bahwa beberapa bahasa
memiliki sistem tulisan yang unik yang berbeda dari sistem tulisan lain.
Bahasa-bahasa di dunia berdasarkan sistem tulisannya (yang
unik tersebut) dapat digolongkan menjadi dua. Penggolongan tersebut didasarkan
pada pola yang terdapat pada kata bahasa, yakni—kalau boleh saya menyebut— pola
KV (dengan segala variasinya) dan pola KK. Sistem tulisan dengan pola KV atau
vokalisasi berarti bahwa sebuah kata terdiri atas (beberapa) konsonan dan
vokal. Bahasa-bahasa yang mengadopsi sistem tulisan semacam ini misalnya,
bahasa Latin dengan sistem tulisan latin, bahasa Cina dengan sistem tulisan
kanji, dan bahasa Jawa dengan sistem tulisan Hanacaraka. Dengan pola sistem
tulisan ini masyarakat pembaca dengan mudah dapat membaca sebuah kata dengan
artikulasi sesuai dengan kata yang dimaksud dalam tulisan (bahasa) tersebut.
Kata sacred misalnya akan dibaca sesuai dengan tulisan yang termaktub—terlepas
dari tepat tidaknya pelafalan kata berdasarkan ejaan bahasa tersebut.
Pola kedua KK, yakni pola konsonantal menggambarkan bahwa sebuah kata dalam bahasa ditulis hanya konsonannya saja. Bahasa-bahasa yang mengunakan sistem tulisan ini misalnya, bahasa Arab dan Ibrani. Dengan demikian sebuah atau beberapa kata yang ditulis menggunakan sistem tulisan tersebut hanya menyertakan konsonan tanpa ada vokalisasi terhadap konsonan tersebut. Contoh yang menggambarkan sistem tulisan dengan pola ini ialah kata كتب , jika ditransliteraskan dalam tulisan Latin kata tersebut sama dengan atau menjadi KTB. Sistem tulisan ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat berbahasa Arab saja, melainkan juga telah tersebar penggunaannya di beberapa wilayah di Asia Tenggara. Di Malaysia—serta beberapa wilayah di Singapura, Pattani Thailand, Brunei, hingga Filipina Selatan— tulisan yang menggunakan tulisan Arab disebut Arab Melayu, yakni tulisan menggunakan Arab tapi berbahasa Melayu. Di Indonesia (Jawa) bentuk tulisan ini biasa disebut tulisan Pegon.
Pola kedua KK, yakni pola konsonantal menggambarkan bahwa sebuah kata dalam bahasa ditulis hanya konsonannya saja. Bahasa-bahasa yang mengunakan sistem tulisan ini misalnya, bahasa Arab dan Ibrani. Dengan demikian sebuah atau beberapa kata yang ditulis menggunakan sistem tulisan tersebut hanya menyertakan konsonan tanpa ada vokalisasi terhadap konsonan tersebut. Contoh yang menggambarkan sistem tulisan dengan pola ini ialah kata كتب , jika ditransliteraskan dalam tulisan Latin kata tersebut sama dengan atau menjadi KTB. Sistem tulisan ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat berbahasa Arab saja, melainkan juga telah tersebar penggunaannya di beberapa wilayah di Asia Tenggara. Di Malaysia—serta beberapa wilayah di Singapura, Pattani Thailand, Brunei, hingga Filipina Selatan— tulisan yang menggunakan tulisan Arab disebut Arab Melayu, yakni tulisan menggunakan Arab tapi berbahasa Melayu. Di Indonesia (Jawa) bentuk tulisan ini biasa disebut tulisan Pegon.
Kendala Membaca: Tantangan & Solusi
Masalah yang timbul kemudian ialah adanya kendala bagi
pelajar atau siswa yang belajar membaca tulisan dengan pola kedua tersebut.
Kesulitan ini dirasakan karena mereka tidak dapat membaca tulisan tanpa
vokalisasi. Para siswa, karena sistem tulisan yang dianut di Indonesia ialah
tulisan Latin, belum terbiasa membaca tulisan Arab ini. Hal inilah yang
kemudian menjadi persoalan dalam pembelajaran membaca dalam bahasa Arab.
Why casinos are rigged - Hertzaman - The Herald
BalasHapusIn the UK, casino https://septcasino.com/review/merit-casino/ games are rigged herzamanindir and there is evidence of jancasino fraud, crime or casino-roll.com disorder or an individual's involvement. There are also https://febcasino.com/review/merit-casino/ many