Halaman

Jumat, 13 Juli 2012

makalah feminisme

REPRESI TERHADAP PEREMPUAN
CERKAK KATRESNAN KANG LANGGENG
KARYA : SUPRATA BRATA
DENGAN TEORI FEMINISME






PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2012
LATAR BELAKANG

Katresnan kang langgeng, adalah salah satu cerkak karya Suparta Brata, yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang berani bertindak yang tidak senonoh bersama teman laki-lakinya di dalam kamar. Akan tetapi ada laki-laki lain yang suka dengan perempuan bernama Riris ini, dan laki-laki itu tidak rela melihat Riris berduaan di kamar bersama laki-laki lain, sehingga laki-laki yang suka dengan Riris yang bernama Dursila ini tega membunuh keduanya, yaitu Riris dan Danus.
Selain cerkak yang berjudul “Katresnan kang Langgeng” ini Suparta Brata juga mempunyai karya lain yang juga ceritanya sangat menarik, seperti “Dibayangi Tali Gantungan” yang termuat dalam Jaya baya edisi 4 Juli 1993 dan karya-karya yang lainnya. Cerkak katresnan kang langgeng ini juga termuat dalam panjebar semangat edisi 3 Juli 1020, pada halaman 23-24.
Suparta Brata, adalah seorang penulis yang sangat legendaries dan juga banyak menghasilkan karya dalam bentuk cerkak dan cerbung (cerita bersambung). Karya-karya Suparta brata juga banyak dimuat dalam majalah-majalah Jawa edisi mingguan ataupun edisi bulanan, seperti Panjebar Semangat (PS) dan majalah Jaya Baya.
Dalam analisis cerkak dengan teori feminism ini, penulis menganalisis sebuiah cerpen karya Suparta Brata yang berjudul “Katresnan Kang Langgeng” karena penulis menganggap cerkak ini memiliki alur cerita yang cukup baik, ceritanya juga menarik dan memiliki alur cerita yang menarik pula. Dalam cerkak ini pengarang menyajikan cerita yang alurnya bagus, mulai dari pembuka/awal cerita sampai inti dari cerita tersebut tersampaikan dengan baik. Disamping dari alur cerita yang baik dari cerkak itu, hal uang menarik dari cerkak tersebut adalah tindakan seorang laki-laki yang sangat kasar kepada seorang perempuan dan membunuh orang-orang yang dibencinya. Hal inilah yang menarik. Penulis mengangkatnya sebagai benar-benar untuk dianalisis menurut teori feminism yang melihat suatu hal yang terjadi kepada seorang perempuan dari kacamata perempuan. Meski perempuan dalam cerita ini melakukan kesalahan, tetapi seorang perempuan ini juga mendapatkan kekerasan.



























FEMINISME CERKAK KATRSNAN KANG LANGGENG

Teori Feminisme adalah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan dibidang politik, ekonomi dan sosial atau kegiatan terorganisasi yang emmperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan, menurut boete (Sugihastuti, 2000:37) dan teori ini termuat dalam buku Gender dan interioritas Perempuan, Sugihastuti, 2010 : 93.
Menurut Wolf (Via Sofia, 2009 : 13), feminism adalah sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri bukan lagi sosok manusia yang lemah dan berada di bawah laki-laki.
Dalam kritik sastra feminis ini penulis berposisi sebagai pembaca perempuan yang juga ikut serta merasakan apa yang dialami oleh tokoh perempuan. Membaca sebagai perempuan berarti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang andosentris dan patriarchal, yang sampai sekarang masih menguasai dan penulisan dan pembacaan sastra, (Sugihastuti, 2005 :22)
Pada dasarnya laki-laki dan perempuan itu sama, hanya saja banyak anggapan yang menganggap bahwa perempuan adalah sosok lemah. Anggapan ini ada karena fisik pseorang perempuan yang berbesa dari laki-laki. Selain itu ketahanan dan sikap perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Sehingga menyebabkan seorang laki-laki merendahkan perempuan ataupun psikologis. Dalam cerkak “Katresnan kanga Langgeng” ini juga terjadi kekerasan kepada perempuan yang dilakukan oleh laki-laki, bahkan pembunuhan.
Dalam cerkak “Katresnan Kang langgeng” ini ada beberapa represi yang dilakukan seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Hal tersebut akan dijelaskan di dalam bab selanjutnya.




REPRESI TERHADAP PEREMPUAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Represi merupakan Penekanan, Pengekangan, Penahanan dan Penindasan. Sedangkan Penindasan itu sendiri adalah cara, proses, proses menindas, da menindas mempunyai arti melakukan secara sewenang-wenang.
Dalam kritik sastra teori feminism, penulis menggunakan dua represi untuk menganalisis cerkak “katresnan kang langgeng” yaitu :
1.    Represi Psikologis
Represi psikologis adalah usaha psikolgis seseorang yang bertujuan untuk merendam keinginan, hasrat, ataupun instingnya sendiri. Keinginan, harapan, fantasia tau perasaan dapat diinterpretasikan dalam pikiran sebagai pemikiran , bayangan dan ingatan.
Represi terjadi ketika dorongan luar yang berlawanan dengan keinginan seseorang, mulai mengancam seolah-olah akan terjadi penderitaan bila keinginan itu tercapau, yaitu dengan demikian membuat seseorang terlibat konflik dengan dirinya. Respon represi pada ancaman itu adalah dengan menghilangkan keinginan itu dengan kesadaran diri. (Wikipedia indonesia).
Bentuk-bentuk represi psikologis tersebut antara lain adalah penghinaan (umpatan), berbicara kasar, mengancam, memaksakan kehendak.
Dalam cerkak “Katresnan Kang Langgeng” ini juga terjadi Represi Psikologis yabg dialami oleh tokoh Perempuan, dalam cerkak ini adalah Riris yang mendapat perkataan kasar dari seorang laki-laki yang bernama Dursila.
Kutipan dalam cerkak :
“Lha dhalah, walah titah-titah! Ora lidok! Wong lagek wae ditinggal ibune, Riris wis nglakoni njaluk pangku wong lanang dhayoh ing kamare! Ora pakra tenan! Pangkon, ndadak rangkul-rangkulan barang, kurang ajar tenan!


Terjemahan
“Lha dhalah, walah tithah-tithah! Tidak sopan! Baru saja ditinggal keluar ibunya, Riris sudah melakukan yang tidak baik, pangku-pangkuan, sama laki-laki di kamarnya! Benarbenar tidak tau aturan! Pangku-pangkuan, terus pelukan. Benar-benar kurang ajar!”.
Dalam cerkak ini Dursila melakukan Represi Psikologis kepada Riris yaitu dengan berbicara kasar kepada Riris seperti yang tersebut di atas. Dursila juga mengatakannya dengan kasar kepada Riris.
Selain itu Represi Psikologis yang dilakukan oleh Dursila kepada Riris tidak hanya sekali tapi terjadi beberapa kali. Seperti kutipan berikut :
“He.. he… he…… kaya ngunu kuwi tindak tanduke sedulur nak sanam! Ora patut tenan. Pambengoke Dursila.”
Terjemahan:
“He … he … he …., seperti itukah tingkah laku dengan saudara1 benar-benar tidak patut! Teriak Dursila”.
Dalam kutipan ini Dursila berteriakdan berkata kasar kepada Riris, menganggap bahwa tingkah laku yang dilakukan oleh Riris dengan tema laki-laki yang sudah seperti saudaranya adalah tindakan buruk.
Itulah beberapa tindakan represi psikologis yang dilakukan oleh tokoh laki-laki kepada tokoh perempuan dalam cerkak “Katresnan Kang Langgeng”.
2.         Represi fisik
Represi fisik antara lain adalah pemukulan, penamparan, menjambak, meludahi, menyunduk dengan rokok, menendang dan lain-lain (katjasungkana)
Dalam cerkak “Katresnan Kang Langgeng”, tokoh laki-laki juga melakukan represi fisik terhadap tokoh perempuan. Tokoh laki-laki melakukan kekerasan fisik kepada tokoh perempuan yang berupa penembakan dan pembunuhan terhadap tokoh peremuan (Riris).

Berikut adalah kutipannya :
“Tresna! Tresna! Iki lho, Rasakno! Ohor! Ohor! Riris cep klakep. Ora mbengok. Ora obah.
Terjemahan
“Cinta! Cinta! Rasakan ini! Ohor! Ohor! Riris terdiam. Tak berteriak tidak bersuara, tak bergerak.
Pada culikan ini dursila melakukan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap Riris hinggga hilangnya nyawa Riris. Dursila membunuh Riris dengan pistolnya yang telah ia persiapkan.
Itulah dua represi yang digunakan penulis dalam menganalisis cerkak karya Suparta Brata tersebut. Dalam cerkak yersebut ada dua represi yang dilakukan oleh tokoh laki-laki yaitu Represi Psikologis dan Represi Fisik.

















DAFTAR PUSTAKA

Sugihastuti dan itsna Hadi Septiawan. 2010. Gender & Inferioritas perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Panjebar Semangat No. 27 Edisi 3 Juli 2010 hal. 23-24.
Wikipedia Indonesia






Tidak ada komentar:

Posting Komentar